Atraksi Lais Sebuah Kesenian Asli Garut
Garut memang tak dipungkiri memiliki banyak potensi, salah satunya adalah atraksi Lais yang merupakan sebuah produk seni budaya khas
dan asli Garut. Lais merupakan kesenian turun temurun yang diwariskan
Garut dalam bidang kesenian dan kebudayaan, Lais sendiri sebetulnya
masih terkait dengan kesenian pencak silat.
Istilah
Lais diambil dari nama seorang warga yang begitu ahli dan terampil
memanjat pohon kelapa pada jaman dahulu tepatnya pada masa penjajahan
belanda. ‘Pak Lais’ atau ‘Laisan’ begitulah beliau kerap dipanggil warga
sekitar kampung Nangka Pait, kecamatan Sukawening, Garut.
Seni
akrobatik Lais menampilkan atraksi para pemain dengan bergelantungan
pada seutas tali yang diikatkan dan dibentangkan pada dua batang bambu.
Para pemain Lais menari-nari, meliukan badan dan mendemonstrasikan
gerakan-gerakan pencak dan bertumpu pada seutas tali tambang tanpa
pengaman apapun serta diiringi dengan musik tradisional pencak silat
yang khas.
Atraksi Lais Sebuah
Kesenian Asli Garut ini dapat disaksikan pada acara-acara adat dan juga
gelaran-gelaran besar Kabupaten Garut.
Candi dan Situ Cangkuang Garut, Pesona Wisata Alam Memukau
Candi Cangkuang Garut, Pesona Wisata Alam Memukau – Jalan-jalan kami kali ini menuju Situ dan Candi Cangkuang, sebuah objek wisata yang terletak di Kecamatan Leles Kabupaten Garut.
Situ Cangkuang adalah sebuah situ yang berada di tengah kampung Pulo.
Sebuah candi berdiri di seberang situ. Untuk mencapai candi, disediakan
rakit yang bisa disewa dengan tarif Rp. 3.000,- untuk dewasa dan Rp.
2.000,- untuk anak-anak.
Situ dan
Candi Cangkuang tidak sulit dijangkau dari pinggir jalan raya
Garut-Bandung. Untuk menuju ke lokasi, bisa menggunakan delman yang
berjejer di pinggir jalan raya. Jika menggunakan kendaraan pribadi,
hanya menghabiskan waktu kurang lebih 10 menit agar bisa sampai di
pinggir Situ Cangkuang.
Candi
Cangkuang menyimpan berbagai kisah menarik. Konon berabad-abad lalu di
Kampung Pulo ada seorang putri Hindu cantik jelita. Datanglah seorang
panglima perang Mataram bernama Arif Muhamad. Dalam pelarian setelah
menderita kekalahan melawan Belanda, ia berjumpa dengan sang putri,
kemudian jatuh cinta. Ternyata cintanya tidak bertepuk sebelah tangan,
sang putri hanya mensyaratkan kepada Arif Muhamad untuk dibuatkan sebuah
situ di yang dikelilingi oleh kampung. Esoknya apa yang diinginkan sang
putri dapat dikabulkan, sebuah situ yang kemudian dinamai Situ
Cangkuang. Arif Muhamad pun kemudian menetap dan menyebarkan agama
Islam.
Candi cangkuang terdapat 10 Km
sebelah utara tarogong arah menuju ke Bandung, tepatnay di daerah
Leles. Untuk menuju ketempat obyek wisata
ini dari Kec.Leles, baisanya para wisatawan menggunakan kendaraan deman
(andong) yang unik. Situ yang dangkal ditutupi oleh bunga teratai yang
indah. Kisah turun temurun tersebut dijelaskan oleh Tatang, juru kunci
Kampung Pulo, pria paruh baya, ketika kami sampai di lokasi Candi,
menggunakan sebuah rakit sewaan. Sebuah candi setinggi delapan setengah
meter berdiri, bersisian dengan makam Arif Muhamad. Sebuah harmoni
perpaduan Islam-Hindu terasa kental.
Pertama
kali candi ditemukan pada 1966 oleh Harsoyo dan Uka Candrasasmita.
Penemuan ini berdasarkan laporan Vorderman tahun 1893. Sayangnya, candi
Cangkuang ditemukan tak berbentuk. Hanya bersisa 40 persen saja puingnya
yang 60 persen yang hilang lalu dibuat replika. Sehingga pada 1976,
candi itu utuh kembali. Tepat di belakang komplek candi, terdapat rumah
adat yang dengan bebas bisa ditelusuri.
Rumah
adat Kampung Pulo hanya berjumlah tujuh saja, tak boleh lebih, juga tak
boleh kurang. Susunannya seperti huruf U, lingkungannya asri, terawat,
bersih, dan rapi. Jumlah ini simbol dari tujuh anak Arif Muhammad. Satu
bangunan masjid melambangkan anak laki-laki.
Enam
lainnya berupa rumah tinggal, melambangkan anak perempuan.”Kalau anak
sudah menikah, dia harus pindah dari desa ini, tapi kalau ada rumah yang
kosong, nanti dipanggil kembali”Walau memeluk agama islam, warga
kampung memengang garis keturunan perempuan. Maka, hanya anak perempuan
yang berhak tinggal di desa, anak laki-laki harus pindah ketika dewasa,
jelas Tatang.
mugi - mugi seni nu aya di kabupaten Garut, langkung majeung,, amiiin
BalasHapus